PT Kontak Perkasa Futures | Kementerian Perdagangan resmi memasang Harga Eceran Tertingi (HET) untuk komoditi beras. Harga tersebut, diberlakukan mulai 1 September.
Batasan harga ini menyusul adanya kasus penggerebekan gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (PT IBU) yang diduga mengakuisisi hasil panen petani dan mematikan penggilingan serta distributor kelas kecil hingga menengah.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan HET beras ini akan diatur dalam sebuah peraturan menteri perdagangan (permendag). Nantinya, HET ditentukan oleh zonasi sehingga setiap daerah memiliki harga yang berbeda. Untuk wilayah yang dianggap sebagai produsen beras, HET dipatok lebih rendah.
"Beras medium HET-nya adalah Rp 9.450 per kilogram (Kg). Berlaku Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, Sulawesi," kata Enggar, Kamis (24/8).
Sementara untuk daerah lain, HET dikalkulasikan dengan biaya distribusi sebesar Rp 500 per Kg. "Kita hitung biaya transportasinya sebesar Rp 500 menjadi Rp 9.950," ujarnya.
Selain zonasi, HET juga ditentukan oleh jenis beras yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu premium, medium, dan khusus. Namun, penentuan jenis beras, lanjutnya, berada di bawah Kementerian Pertanian.
Meski demikian, penentuan batasan harga ini dinilai belum efektif oleh beberapa kalangan masyarakat. Mengingat, harga yang diterima dari petani sudah tinggi dan berfluktuasi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah mengatakan, upaya pemerintah dalam menampung aspirasi dari asosiasi para pedagang dan petani sudah tepat. Menurutnya, selain menampung aspirasi dari para asosiasi terkait, pemerintah juga harus memperhatikan data faktual yang ada di lapangan.
BACA JUGA :
5 Kebiasaan sehari-hari yang bikin kamu menderita di masa tua
"Sudah tepat. Namun demikian, pemerintah harus tetap memperhatikan data faktual dan aspirasi asosiasi petani dan pedagang," ujar Rusli di Jakarta, Jumat (18/8).
Rusli menjelaskan, dalam penetapan HET perlu diperhatikan harga faktual gabah saat ini. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata harga gabah nasional Januari-Juli 2017 sebesar Rp 4.509,95 per kilogram untuk gabah kering panen dengan kadar air sekitar 18 persen, dan Rp 5.470,26 per kilogram untuk gabah kering giling (GKG) dengan kadar air sekitar 12 persen.
Harga gabah tersebut jauh lebih tinggi dari harga gabah yang menjadi acuan pemerintah dalam menentukan HET Rp 9.000 untuk beras medium yang terakhir berlaku, yakni Rp 4.250 per Kg.
Penyebab terjadinya perbedaan harga terbesar disebabkan oleh perbedaan harga gabah yang menurut Perpadi saat ini di lapangan adalah Rp 4.600 per kilogram, sedangkan dari perhitungan Kementerian Pertanian (Kementan) adalah Rp 4.070 per kilogram.
Perpadi menyatakan saat ini tidak ada gabah di pasaran dengan harga Rp 4.070 per kilogram, sementara itu Kementan bersikukuh pada perhitungannya. Seharusnya pemerintah tetap memperhatikan fakta yang ada di lapangan, jangan bersikeras mematok harga.