PT KONTAK PERKASA FUTURES - Harga minyak mentah semakin anjlok pada perdagangan Selasa (18/12/2018), akibat tertekan keresahan ekonomi dan lonjakan pasokan mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga Rusia.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari 2019 berakhir terperosok US$3,64 di level US$46,24 per barel di New York Mercantile Exchange, level terendahnya sejak 30 Agustus 2017. Total volume yang diperdagangkan pada Selasa sekitar 23% di atas rata-rata 100 hari.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Februari 2019 ditutup terjerembab US$3,35 di level US$56,26 per barel di ICE Futures Europe exchange di London. Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium US$9,66 terhadap WTI untuk bulan yang sama.
Dilansir dari Bloomberg, harga minyak mentah meluncur 7,3% di New York pada Selasa, menempatkannya di jalur untuk penurunan kuartalan terburuk sejak awal kemerosotan pasar minyak terakhir pada 2014.
Kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi bergolak ketika Presiden China Xi Jinping terkesan kembali melancarkan pernyataan keras terhadap Presiden AS Donald Trump dan investor AS bersiap mendengar kenaikan suku bunga lebih lanjut dalam pertemuan kebijakan The Fed yang berakhir Rabu (19/12) waktu setempat.
Dalam pidatonya di Beijing pada Selasa (18/12), Presiden Xi Jinping mengatakan tidak ada pihak yang bisa mendikte arah pembangunan ekonomi China.
Xi berjanji untuk terus maju dengan reformasi ekonomi. Akan tetapi dia menegaskan bahwa Beijing tidak akan menyimpang dari sistem satu partai atau menerima perintah dari negara lain.
Pernyataan itu tampaknya merujuk ke Amerika Serikat. Xi menegaskan China tidak akan menebar ancaman bagi negara manapun, tetapi juga tidak mau dipermainkan.
Harga minyak mentah AS lanjut turun 31 sen setelah penutupan menyusul kabar laporan oleh American Petroleum Institute (API) mengenai peningkatan stok minyak mentah AS sebesar 3,45 juta barel pekan lalu.
“Sentimennya negatif, ini adalah perdagangan bervolume rendah dan kita tidak mendengar kabar baik apa pun,” kata Ashley Petersen, analis minyak terkemuka di Stratas Advisors, New York, seperti diberitakan Bloomberg.
Sebelumnya, laporan pemerintah AS pada Senin (17/12) memproyeksikan lonjakan produksi minyak shale, sehingga menambah kekhawatiran tentang pasokan minyak.
Di Moskow, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan produksi minyak telah meningkat, meskipun negara itu sedang mempersiapkan untuk melaksanakan pembatasan output agar sesuai dengan kesepakatan OPEC+.
Minyak mentah telah terperosok di kondisi pasar yang bearish di tengah meningkatnya skeptisisme bahwa langkah pemangkasan output oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu-sekutunya akan cukup dalam untuk mencegah surplus pada 2019.
Upaya kartel minyak tersebut untuk menyeimbangkan pasar telah terganggu oleh pertumbuhan minyak shale AS yang tanpa henti sehingga akan membuat lebih sulit untuk memprediksi pasokan global.